Kata orangtua zaman dahulu, yang menurutku meskipun “katanya-katanya” dan belum menemukan sumber yang aseli, aku yakin petuah ulama dulu masih relate dengan cara kita mendidik sekarang. Menurut petuah, dalam mendidik anak orangtua perlu banyak terhubung dengan Sang Pencipta, khususnya Ibu yang harus terus menerus mendekatkan diri. Dulu ada seorang Guru spiritual keluarga kami juga melatih ibu-ibu agar membiasakan diri tidak cepat marah. Sehari tiga hari mungkin bisa. Selanjutnya ada saja ujian marah di setiap harinya.
Astaghfirullah, rasanya kayak berlatih lari tiap hari konsisten 40 hari. Sungguh berad, ga sanggup rasanya ga marah. Apalagi, menghadapi anak pra baligh dan baligh, siap-siap berlatih deh dari sekarang. Masa peralihan yang membutuhkan energi shizen enerugi, menyerap energi alam ala Naruto, untuk kemudian di fase Sage Mode (Sage Mode adalah mode petapa yang memanfaatkan kekuatan alam :D)
Pesannya adalah seorang ibu harus kencang tirakat, berdo’a, dan pengendalian diri yang berlatih tak henti. Pendewasaan emosi ini adalah keterampilan yang perlu dilatihkan di diri sang ibu.
Emosi cepat tersulut, apalagi kalau ada yang mempertanyakan pendidikan keluarga kita. Patokannya teteup aja, ranking, prestasi, dan sejenisnya. Jebakannya adalah, kalau bisa anak kita harus yang paling unggul. Mungkin sedikit yang menilai dan melatih dari sisi lain, semisal anak siap berlatih diajak komunikasi dengan baik, mau bersikap sopan dengan orang lain, tidak melanggar peraturan agama, mencintai alam, tidak menyiksa binatang, pantang bullying, siap beradaptasi dengan perubahan, bisa kerjasama team, dan masih banyak lainnya.
Sikap-sikap ini tertutup dengan target pendidikan yang ingin terlihat pintar dan unggul. Unggul disini pun bukan unggul mental dan sikap. Tapi unggul akademik. Pendidikan sekarang dan dulu jelas berbeda sudut pandang dan metode. Saluran informasi terbuka luas untuk siapa saja yang siap berenang didalamnya tanpa tenggelam.
Model pendidikan sekarang pilihannya banyak, baik online maupun offline. Saat ini yang harus kita bangun di diri anak adalah mental pembelajar hingga berpendidikan, bukan hanya sekedar sekolah saja. Mereka perlu kritis tanpa mencacat. Belajar terus tanpa menghilangkan adab.
Maka sebaik-baiknya penolong adalah Alloh SWT.